Kamis, 10 Juni 2010

TERSENYUM DALAM MANAJEMEN SENYUM

Dalam Best Practise bulan-bulan lalu, saya telah mengangkat kegiatan Tridaya, Eksistensi Kelembagaan ( LKM ), Profil Motor Penggerak ( PJOK dan UPL ), Kinerja Tim 10 dilapangan baik eksternal dan internal maupun strategi para praktisi PNPM MPk ( Senior Fasilitator ) yang mencengangkan. Tema Best Practise kali ini lain daripada yang lain, saya coba mengangkat profil diri saya sendiri, semacam otobiografi simpel tentang dua tahun pengalaman saya didunia pemberdayaan PNPM MPk. Tidak perlu mengernyitkan kening membacanya karena keseluruhan kisah yang saya paparkan kali ini jauh dari kalimat akademis, formal ataupun semi hyperbolic. Dengan segala kerendahan hati, izinkan saya berbagi pengalaman dilapangan, baik itu yang indah, menggelikan serta menyenangkan (Happy One) maupun yang pahit dan getir ( Sad One ). Oleh sebab itu saya membagi dua sesi dalam Best Practise kali ini : HAPPILY PART dan SADLY PART. Yang keduanya tetap berisikan nilai-nilai pemberdayaan dan hal-hal yang mengundang senyum secara berimbang.

Melalui tulisan ini, saya coba mengajak para pembaca yang saya muliakan untuk tersenyum! Dan bila tak ada, maka izinkanlah saya yang tersenyum………..Ya! Tersenyum terhadap diri saya sendiri. Karena sungguh Best Practise kali ini adalah sebuah otokritik bagi diri saya pribadi. tanpa ada tendensi apapun-kesiapapun-kepihak manapun.

Tersenyumlah………..
karena senyum berpahala, menyehatkan ruhani dan berbuah berkah.
Dan tersenyumlah,
bukankah Ir. Deni Hasman Team Leader kita kini telah menerapkan manajemen senyum…….?

FROM ZERO TO HERO, FROM NOTHING TO SOMETHING

”Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
( QS. Ar-Rahman : 13 )

Saya amat-amat bersyukur bergabung dalam keluarga besar PNPM MPk OC-2 Provinsi Lampung. Dan saya bangga menjadi seorang fasilitator. Bagaimana tidak? Banyak sekali hikmah yang saya peroleh semenjak saya kerja didunia pemberdayaan yang satu ini. Ada peningkatan kapasitas dalam diri saya baik dari IQ maupun EQ.

Background saya rantau Jakarta, yang sehari-hari terbiasa bergelut dalam dinamika ibukota dalam frame layaknya seorang Working Class Metropolitan : Pragmatis, temperamental, keperdulian terhadap sesama (rekan kerja) minim bahkan cenderung individualistis. Pemikiran saya cenderung instant atau what you see is what you get. Kehidupan ibukota yang keras serta persaingan yang tinggi dalam eksternal-internal perusahaan membuat nilai-nilai negatif diatas bertransformasi menjadi sebuah paradigma bagi para mayoritas working class termasuk saya. Ironis!

Jenuh dengan rutinitas Jakarta saya mencoba untuk mencari peruntungan nasib ditanah seberang melalui program PNPM MPk. Selama kurun waktu dua tahun saya berkecimpung dalam dunia pemberdayaan, saya menyadari bahwa muatan sesungguhnya dari kerja ialah ibadah dalam rangka memuliakan diri sendiri dan orang lain. Dunia pemberdayaan dalam PNPM MPk pula yang merubah sifat-sifat negatif saya menjadi lebih humanis dan beradab. Keperdulian sosial, etika serta kapasitas saya di up grading diprogram ini. Atmosfir kerja yang kondusif ditambah dengan rekan-rekan kerja yang memiliki ikatan kekeluargaan kuat, membuat saya kembali bertransformasi menjadi insan Zoon Politicon. Singkat kata : saya bersyukur!

Masih berkenaan dengan tema peningkatan kapasitas, dengan segala kerendahan hati saya bisa berkata : kini saya berubah menjadi pribadi yang ( Insya Alloh ) menyenangkan, setidak-tidaknya ditataran mitra kerja LKM-UP-UP, relawan serta warga. Kini saya mulai paham, bagaimana cara berinteraksi dengan seluruh lapisan masyarakat. Baik itu Stake Holder, tokoh Masyarakat, tokoh Agama maupun warga biasa. Saya digembleng oleh waktu dengan berbekal teknik dilapangan : bahasa apa yang harus saya gunakan, apa-apa saja yang membuat mereka respek dan tidak kepada kita, bagaimana cara membuat kita ada dihati mereka. Belum lagi kestabilan emosional yang saya rasakan, peningkatan substansi, IQ dan EQ, kepercayaan diri, kemampuan menduplikasikan ilmu kemasyarakat, skill menjadi pembicara yang baik didepan publik, terasahnya kemampuan jurnalistik saya dan lain-lain. Sungguh saya berubah jauh dari yang dulu. Luar biasanya : SEMUA INI SAYA DAPATKAN HANYA DI PNPM..!! Tak terbayang, berapa biaya yang harus saya keluarkan apabila semua ilmu tersebut diatas harus saya dapatkan dari sekolah kepribadian macam John Robert Powers? Jelas belasan juta. Disini, di PNPM saya memperoleh semuanya tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun, malah saya digaji....!!

Di diprogram ini pula ilmu komunikasi kian saya terasah, baik dilapangan terlebih saat Pelatihan relawan berjalan. Saya harus berpikir keras memutar otak, bagaimana caranya supaya audience didepan saya bisa memahami apa yang saya terangkan. Karena penggunaan bahasa yang tertera dalam buku panduan kerelawanan serta yang lainnya bersifat akademis dan liturgis. Dihadapan warga, saya coba merubah rangkaian kalimat demi kalimat dengan pattern yang lebih sederhana tanpa merubah substansi yang akan disampaikan agar mereka-mereka yang sangat saya hormati ini dapat memahami. Berbanding terbalik ketika saya bertemu dengan para STAKE HOLDER, cerdik cendekia ( ditataran wilayah dampingan ) atau para akademisi. Saya tidak mau menggunakan bahasa yang terdengar vulgar, “tidak berkelas,” bahkan kampungan ditelinga beliau-beliau ini. Dengan konsekwensi : saya harus meramu bagaimana caranya agar ketika saya mensosialisasikan program PNPM MPK, tidak ada kesan arogan bahkan menggurui! Sampai tersirat sedikit saja kesan sombong saat saya berinteraksi dengan beliau-beliau ini maka habislah saya.....Semua ini semata-mata agar PNPM MPk mendapat tempat dihati semua orang, yang bermuara pada kelancaran progress. Sukar! Amat sangat sukar!! Karena saya bukanlah sang Expert, saya masih dalam taraf belajar. Namun saya senang luar biasa saat melakukan tugas ini, sebab “kesaktian” saya kian hari kian bertambah.

Mayoritas masyarakat Lampung kritis dan cerdas. Hal ini membuat saya harus banyak belajar substansi penyelenggaraan PNPM MPk. Jangan sampai warga justru merasa bingung dengan uraian saya dan Tim pada saat kami melaksanakan sosialisasi. Serta jangan sampai saya terlihat bodoh didepan mereka . Berkaitan dengan hal tersebut, kerap kali saya memotivasi diri saya sendiri agar semua yang akan saya laksanakan berjalan dengan baik dan lancar. Tak jarang sebelum terjun kewarga, saya melakukan otosugesti didepan kaca layaknya pembawa acara terkenal Oprah Winfrey. Didepan kaca saya tatap wajah saya, kemudian saya menginstal seluruh energi positif berupa sugesti bahwa, “saya memiliki kepercayaan diri untuk menyampaikan sesuatu ke orang lain, mereka selalu senang dan menerima apa saja yang akan saya sampaikan, saya pasti berhasil tiap kali berinteraksi dengan mereka.........” Sepintas otosugesti macam ini menggelikan! Bagaikan orang yang kurang kerjaan dan bahkan terkesan mirip orang ”sakit ingatan” yang berbicara sendiri didepan cermin..!! Namun efeknya sungguh signifikan, bahkan dianjurkan oleh para ahli Terapist dan Psikiater kondang.

ANTARA SAYA DAN GELIAT RAKSASA KEDATON
Saat ini ditim 10, boleh dibilang hanya tinggal sayalah “saksi sejarah.” Di Tim ini saya turut membidani lahirnya LKM-LKM wilayah dampingan dari “orok merah” hingga fase BLM. Hingga wajar saja kalau ada ikatan emosional yang sangat kuat antara saya dengan para pelaku PNPM MP ditiap-tiap kelurahan, khususnya Kelurahan Kedaton dengan LKM-nya Kedaton Berseri. Saya concern dengan perkembangan LKM yang satu ini tanpa mengenyampingkan LKM-LKM yang lain. Selaku faskel CD saya punya obsesi yakni : Apapun akan saya lakukan ( sejauh itu prosedural ) agar LKM Kedaton Berseri bisa maju untuk kemudian saya beralih ke LKM lainnya. Kenapa? Karena kalau saya analogikan, LKM Kedaton Berseri adalah anak bungsu yang lahir secara prematur. Serba terlambat dalam setiap progress serta kebanyakan pengurus LKM-nya berasal dari level ( maaf ) menengah kebawah. Difase-fase awal kelahiran situasinya begitu memprihatinkan.

Kerap kali saya bertandang kerumah Koordinator, motor penggerak atau kewarga setempat sekedar bersilaturahmi serta berdiskusi segala sesuatu terkait program. Kini dengan berjalannya waktu hingga dua tahun, wajah Kedaton telah banyak berubah. Kedaton yang ringkih bermetamorfosa menjadi remaja yang beranjak perkasa. Banyak sudah kredit poin yang dihasilkan dari wilayah dampingan ini, mulai dari : Koordinator yang cerdas, Sekretaris LKM yang mahir administrasi , Laporan pembukuan yang apik dan on time, pelaksanaan kegiatan yang bagus, peran serta wanitanya yang sangat aktif ditiap-tiap kegiatan, eksisnya motor penggerak yang mobilitasnya tinggi, Serta semangat warganya untuk maju melalui program PNPM MPk. Saat ini LKM Kedaton Berseri sedang mengupayakan untuk memiliki sekretariat yang representatif.

Semua ini tentunya bukan karena saya Dewa yang serba bisa, namun lebih dikarenakan antusiasme masyarakat Kedaton yang ingin segera bertransformasi kearah yang lebih baik serta bimbingan rekan-rekan Tim 10 lainnya yang tiada pernah putus. Lalu bagaimana bila energi plus Kedaton disinergikan dengan obsesi saya ? Berikut dibawah ini hasilnya…………………….

Suatu ketika, saya pernah melakukan otosugesti sebelum berkunjung ke acara rembug warga Kedaton. Efeknya dahsyat! Dengan adrenalin meluap serta tutur kata berapi-api saya coba ”menggelitik” audience sekaligus mengukur kemampuan diri saya, sudahkah layakkah saya menjadi pemandu, pemberdaya, motivator serta pemateri yang baik bagi warga dampingan saya..............?

”.....Para relawan yang saya banggakan, bosan saya mendengar N.O.G, lagi-lagi wilayah dampingan ini yang mendapat nama. Panas kuping saya..!! Saya semalaman sharing dengan mas Jey selaku fasilitatornya. Saya tanya dia, “Apa sih rahasia sukses N.O.G?”.
Jawabnya, ‘LKM yang solid, sekretariat yang representatif, penyerapan kegiatan Tridaya yang sempurna serta dukungan penuh dari pihak Kelurahan.’
Saya kembali Tanya, ’hanya itu?’
’hanya itu!’ kata mas Jey.......................

Nah Kedaton, saya berbicara wilayah kita saat ini.. Kedaton! LKM kita kompak, kegiatan Tridaya kita tepat guna, Kita memiliki motor penggerak yang handal, administrasi bagus, sadarkah anda semua bahwa kita memiliki peran aktif keterlibatan perempuan lebih dari 30% ditiap-tiap event besar PNPM MPk? Sadarkah anda sekalian para relawan yang terhormat, bahwa anda berpotensi. Anda semua memiliki bakat menyaingi kehebatan N.O.G..........

Suasana hening. Saya terdiam melihat respon mereka. Ternyata seluruh audience menyimak sangat serius. Saya melanjutkan pembicaraan saya dengan meninggikan intonasi suara ……….

Anda sekalian yang kami banggakan, jujur saya iri! Kalau dampingan orang lain bisa memperoleh prestasi bagus kenapa kita tidak..? Apakah anda semua yang hadir disini merasa tertantang? Bagaimana? Apa perlu kita cukup puas dengan keadaan sekarang ini sementara tetangga kita sudah maju dan melesat jauh meninggalkan kita? Sanggup tidak Kedaton menjadi wilayah dampingan terbaik? Siap tidak Kedaton bersaing dengan N.O.G ? Satu hal lagi yang paling penting, sanggup tidak Kedaton menunjukkan prestasi terbaik agar seluruh mata tidak melulu tertuju ke N.O.G? SANGGUP TIDAAK?”
“Sangguuuupp…” jawab warga
“Apaa? Saya tidak dengar, kurang kuat..!” sanggah saya..
“Sangguuuuuup……..” teriak mereka untuk yang kedua kali
“Maaf, saya masih tidak dengar…!”
“Sangguuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuupppp….” demikian suara audience menggelegar!!
“Oke, Kita laksanakan! tepuk tangan buat anda semua….” Seru saya dengan nada kuat-kuat.

Serta merta ruangan gegap gempita. Saya melihat kobar semangat dimata mereka, Ada yang mengepalkan tangan, ada yang menganggukkan kepala yakin, dan yang ber-toast satu sama lain. Berhasil..! Saya bisa dan berhasil menjadi motivator yang baik dimata warga. How electrifying it was..!! Semua orang yang hadir bersuka cita, namun bila ada yang paling bahagia saat itu, orang tersebut adalah saya……

Menyaingi prestasi penyelenggaraan PNPM MPk dikelurahan N.O.G bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi mengalahkannya. Akan tetapi hal tersebut tidak mustahil dilakukan. Tinggal bagaimana Tim 10 serta LKM Kedaton Berseri mau merealisasikan tantangan panjang dan berat ini.

Saya merasa bukan fasilitator terbaik dibuana PNPM MPk Provinsi Lampung dan mungkin saya bukan mawar terindah di OC-II, akan tetapi saya sanggup dan bisa menjadi faskel CD, seorang pemberdaya dan motivator……………….


DITIMANG-TIMANG DIBUANG SAYANG….

Banyak sekali pengalaman saya yang menarik saat mendampingi masyarakat dilapangan, dari yang unik sampai yang menggelikan serta teramat sayang bila tak dipublikasikan. Sebagamana kisah-kisah berikut dibawah ini……………..


KALA CINTA MENGGODA

You love me ! You just don’t know it yet….
( Ernest Hemmingway, Jurnalis )

Kami fasilitator, antara profesionalisme dilapangan dengan larutnya perasaan bak dua sisi mata uang yang tipis, apalagi kalau hal itu menyangkut………..Cinta!

Adalah Ning Intan Lestari ( bukan nama sebenarnya ), anak dara usia dua puluhan putri pak Salam ( bukan nama sebenarnya ), salah seorang tokoh Stake Holder dampingan kami. Intan seorang gadis cantik dengan kulit kuning langsat, rambut panjang tergerai, berparas rupawan dipadu dengan bola mata yang indah. Senyumnya elok dipandang, Saat Intan tersenyum, dia akan memamerkan sederetan gigi putih, rapi dan bersih. Dan kalau Intan tertawa, suaranya terdengar merdu ditelinga. Seperti ayahnya, budi pekerti Intan nyaris sempurna. Dia ramah dan rendah hati. Demikian terkenal Intan diwilayahnya, hingga salah satu anggota KSM pernah berkelakar, “ Kalo ada orang yang bilang Intan wajahnya biasa-biasa aja, berarti ada yang nggak beres didirinya! dan dia wajib dijadikan papan proyek… ”

Beberapa kali saya dan kawan-kawan Tim bertandang kerumah pak Salam terkait pelaksanaan kegiatan dilapangan. Seberapa penting dan gentingnya pembicaraan, tetap saja diskusi menjadi terhenti ketika Intan muncul dari balik Gordyn membawa nampan berisikan minuman! Dengan gayanya yang anggun dia bersimpuh dekat meja, menaruh gelas didepan para tamu seraya berucap, “Silahkan diminum mas..!” seraya menganggukkan kepala sembari tersenyum kemudian mengundurkan diri dan menghilang dibalik Gordyn…... Natural! Sungguh tidak dibuat-buat, karena Intan memang bukan tipikal gadis penebar pesona. Adegan Intan menyuguhkan hidangan paling hanya berkisar tiga menit, namun saya tahu persis bahwa momen menakjubkan inilah yang paling ditunggu-tunggu saat Tim bertandang ketempat pak Salam.

Kemudian bila kami berkunjung kerumah pak Salam dan Intan tak kunjung keluar, Parlan ( Rekan satu Tim saya, bukan nama sebenarnya ) langsung resah. Saya kerap menggodanya, “Kamu sedang menunggu bidadari turun dari kahyangan ya?” Dia tersipu, saya terkekeh-kekeh. Jujur saja saya curiga padanya. Sobat saya ini tampaknya menaruh hati pada Intan. Setiap ada agenda kerumah pak Salam, Parlan antusias ikut dengan semangat pejuang 45..!! Sering kali dia ngebut sejadi-jadinya meninggalkan kami diperjalanan. Satu hal yang membuat saya jengkel ialah : pada saat Intan keluar membawa hidangan, Parlan selalu memandang tak berkedip dengan mulut menganga, hingga terpaksa saya harus menginjak kakinya. Pak Salam bukannya tidak mengetahui hal ini, namun beliau hanya senyam-senyum saja.

Yang muda yang jatuh cinta! Pendekatan dilakukan secara serius oleh Parlan, baik via sms maupun telepon. Katanya dia menunggu momen yang pas untuk mengajak Intan jalan berdua guna mengutarakan isi hatinya. Semuanya terlalu dini! Namun apalah daya saya untuk mengingatkan seorang sobat yang tengah mabuk kepayang....?

Saya ingat betul saat itu dipenghujung Desember, Tim kami diundang hadir dirumah pak Salam berkenaan dengan progress. Kebetulan hanya saya dan Parlan yang mewakili Tim untuk hadir. Tidak seperti biasa, Intan sedari awal ikut duduk diruang tamu bersama kami. Tentu saja hal ini membuat Parlan berbunga-bunga. Apalagi setelah diskusi selesai, pak Salam berucap, “Nah sekarang acaranya yang muda-muda!.Mas-mas saya tinggal dulu ya, saya ada perlu sama pak Lurah.” Setelah beliau pamit, tak terkira gembiranya Parlan! Dia leluasa mengobrol santai dengan sang pujaan hati. Tidak mau mengganggu Parlan, segera saja saya pamit pada si empunya rumah. “Kalau aku nanti aja pulangnya ya mas!” seru Parlan dengan gaya cool kaki kanan ditumpangkan kekaki kiri sementara kedua tangan dirapatkan satu sama lain. Saya mengangguk. Melihat hal ini, tiba-tiba Intan berkata, “Tunggu sebentar mas, ini Intan mau kasih undangan untuk mas Alfa, mmmm…kalo gitu sekalian aja deh untuk mas Parlan mumpung inget….” Seloroh gadis cantik ini sembari mengeluarkan dua buah undangan dengan penuh ceria. Astaga! Ternyata undangan pernikahan Intan dengan pria pilihan ayahnya! Wajah Parlan pucat pasi..!! Dengan nada lemas dia berkata “Oooh, sekalian saya juga pamit deh, saya baru inget belum buat Log Book.” Susah payah saya menahan ledakan tawa, apalagi saat Intan berkata dengan polosnya, “Lo kok mas Parlan buru-buru? Katanya masih mau ngobrol sama Intan? Sebentar lagi calonnya Intan kemari loh, nanti Intan kenalin deh……………..”

MISTERI BASECAMP TUA

Takut yang berlebihan kelak akan membunuhmu….
( Bernadette Joachim, Sosiolog )

Basecamp Tim 10 yang lama terletak dijalan Onta Kelurahan Sidodadi. Bergaya rumah tahun 70-an. Tipikalnya besar dengan penerangan remang-remang. Sementara dilantai dua ada gudang yang tak terpakai. Bila kita hendak kekamar mandi, kita akan melewati lorong samping rumah yang panjang serta sumur yang besar dipojok belakang, yang kesemuanya gelap tanpa ada penerangan. Citra rumah tuanya begitu kentara. Dengan halaman luas beserta tiga pohon. Diantaranya pohon Rambutan. Bila malam hari tiba, bayangan pohon-pohon besar ini membentuk siluet aneh dan menyeramkan.

Diawal terbentuknya tim 10, sayalah yang menempati basecamp ini. Banyak sudah pesan ataupun rumor miring dari tetangga perihal kejadian-kejadian aneh, mulai dari bunyi derik tali timba serta penampakkan sosok tinggi besar penunggu sumur. “Hati-hati kalo malem lo kak, mendingan ajak aja temennya nginep, ” demikian kata ibu warung depan Basecamp. Saya terus terang jengkel dengan para tetangga. Pikir saya, “lebih baik saya tidak tahu apa-apa! Malah lebih nyaman. Tapi sekarang…..” Dasarnya saya bukanlah orang penakut, namun suasana psikologis yang tercipta dari Basecamp yang luar biasa ini ditambah omongan-omongan yang tiap kali selalu masuk kekuping membuat hati saya jerih juga.

Akibatnya bila malam menjelang dan kawan-kawan Tim sudah pada pulang, saya pro aktif mencari “bintang tamu” untuk menginap dibasecamp, dengan setengah memaksa! Baik itu tetangga. Maupun kawan-kawan PNPM MPk. Yang paling sering menemani saya adalah Sarwono, (relawan, bukan nama sebenarnya). Sekali tempo pernah kami berdua sekitar jam 11 malam mencium bau wangi melati putih yang begitu santar! Seolah-olah didepan hidung..!! Kali lainnya dia juga pernah tidur ketindihan hingga saya guncang-guncang keras badannya sampai yang bersangkutan sadar. Yang saya heran, tiap kali Sarwono menginap dibasecamp menemani saya, paginya selalu ada botol-botol aqua terisi penuh berjejer dipintu kamar. Mulanya saya diam saja namun karena penasaran akhirnya saya coba tanya, ”Mas Wono, apa sampean selalu membawa ekstra joss tiap kali nginep disini?” dia menggelengkan kepala lantas bertanya, ”emang kenapa?” Segera saja saya menceritakan yang terjadi. Dengan agak malu-malu dia menjawab, ”Begini fa, kalo malem mau ke WC kan gelap tuh. Saya males. Jadi botol aqua itu........” Belum selesai dia bicara saya sudah tertawa terbahak-bahak. Astaga! Ternyata selama ini mas Wono sering “sangu” botol aqua kosong dari rumah dan dimasukkan kedalam tasnya!

Pernah dimalam hari sepulang dari kegiatan Sosialisasi awal dikelurahan Surabaya saya lupa menelpon kawan-kawan untuk menginap. Sementara jam menunjukkan pukul 23.30. “tak mungkin kawan-kawan mau datang kebasecamp selarut ini”, pikir saya. Apalagi hujan mulai turun. Saya memberanikan diri pulang kebasecamp. Biar situasi tak terlalu hening saya nyalakan komputer. Belum lagi komputer menyala, saya melihat bayangan dimonitor komputer : sosok perempuan berambut kelabu panjang riap-riapan mengenakan daster putih berdiri dibelakang saya! Rasa terkejut belum habis, tangannya telah singgah menepuk pundak saya. Spontan saya teriak kuat-kuat dan menoleh kebelakang. Astaga! Ternyata Embah pemilik rumah! Karena tidak menduga saya akan teriak sedemikian rupa akibatnya embah jadi ikutan kaget dan teriak….

“Aduuh, embah cuma pengen tanya kamu pulang dari mana dan udah makan apa belum kok malah teriak…” ujar beliau yang ternyata datang lewat pintu samping. Dengan lutut yang masih gemetar saya cuma bisa menjawab “Eeee Embaaah……….”




Jagad PNPM MPk……………….
Birama progress dan Master Schedulenya powerfull speed. Sesuai dengan segmennya yakni Perkotaan, masyarakatnyapun tentu cerdas serta kritis. Salah bersikap, salah berhujjah dan salah berinteraksi dengan warga ataupun Stake Holders berakibat fatal disini! Sungguh! Para pelaku PNPM MPk Mulai dari TL, T.A, Korkot, Askot, SF dan Faskel menurut saya pribadi adalah manusia-manusia pilih tanding.

Sekarang berbicara tataran ujung tombak yakni Fasilitator, berangkat dari padatnya agenda dan kompleksnya tantangan dilapangan, maka bagi para calon faskel yang berjiwa noni-noni, faskel pesolek, faskel Salon, faskel hedonis dan faskel Tiki ya mohon maaf saja! Pilihannya cuma dua : Beradaptasi atau tereliminasi. Hal ini saya rasakan betul. Sebab itu saya tidak mau dan tidak pernah berharap masuk “zona eliminasi.” Karenanya saya selalu berusaha mengupayakan yang terbaik bagi diri saya sendiri, Tim, Korkot serta OC-2.


CHECK STATUS : STABIL MODE = ON

Marah dan Nafsu amarah adalah dua hal yang berbeda maka bila kau marah, jauh-jauhlah dari nafsu amarah…!
( Albert Einstein, Fisikawan )
Bagi saya pribadi, alangkah sulitnya menahan marah, lebih-lebih bersikap wajar ditengah marah. Namun pengalaman dua tahun di PNPM MPk serta kode etik fasilitator kala berhadapan dengan warga telah membentuk temperamen saya berangsur-angsur stabil, bahkan selalu On saat berinteraksi dengan masyarakat. Tentunya melalui proses adaptasi yang panjang. Salah satu cerita saya berkaitan dengan masalah marah adalah sebagai berikut………..
Sosialisasi di Sukamenanti! Seorang tokoh masyarakat memberikan advis pada saya agar jangan terlampau cepat dalam menyampaikan materi dikelurahan ini. Begitu pula dengan kalimat yang akan dilontarkan, sebisa mungkin hindari kosa kata ”high.” Karena warga yang datang kebanyakan dari ( maaf ) golongan menengah kebawah, berpendidikan rendah yang mayoritas terdiri dari bapak-bapak serta ibu-ibu yang sudah sepuh.

Berangkatlah saya beserta dengan kawan-kawan. Acara dilaksanakan ba’dha Isya disalah satu rumah warga. Setelah seluruh undangan datang, rekan-rekan Tim mendaulat saya untuk mempresentasikan materi soswal. Saya menjelaskan fase siklus beserta substansinya demikian perlahan, jelas, sederhana dan hati-hati. Satu jam yang melelahkan! Begitu banyak orang hadir sehingga ruang tamu terasa panas dan pengap. Penuh lega saya kemudian mengarahkan sesi siklus kesesi tanya jawab, “Kiranya ada yang ingin bapak-bapak atau ibu-ibu sampaikan?” suasana hening. “Wah kalau tidak ada yang disampaikan, mungkin ada yang ingin ditanyakan barang kali?” tambah saya dengan nada pelan dan santun, suasana masih hening. “Berarti para undangan yang saya hormati paham dengan semua yang saya jelaskan, bukan begitu ya pak, bu?” lontar saya sambil lemparkan senyum. Suasana masih saja statis dan hening!! “Astaga bagaimana ini…?” batin saya. Akhirnya ada salah satu bapak yang mengacungkan tangan…..”Monggo pak, ada yang ingin disampaikan atau mungkin ditanya” sambut saya. “Anu mas…, kalo bisa diulangin lagi dari awal. Kami masih belum paham…” seru bapak tadi. “Iya maaas, betuuuul…betuuul…ulangi lagii!!!” suara audience menimpali bersahut-sahutan. Saya melongo..., kemudian pandangan mata saya arahkan rekan-rekan Tim guna meminta advis mereka. Rupanya kawan-kawan sedang membuang muka menahan tawa!. Tubuh dan bahu mereka terguncang-guncang....Ketika saya coba tawarkan kemereka agar ganti tampil kedepan, ternyata audience justru keberatan. ”Nggak apa-apa mas, njenengan lagi yang ngomong biar kami nyambung mas…!”

Aduh gusti! Luar biasa marahnya saya saat itu. Namun saya redam sekuat tenaga hingga suara terdengar gemetar. Saya ulangi pemaparan yang telah saya lakukan dengan lebih pelan dan lebih simpel. Ketika saya coba koreksi : Warga tidak salah, justru sayalah yang salah! saya berulang kali menyebut istilah Soswal, RKM, RK, PS, PJM dan lain lain tanpa menjelaskan apa kepanjangannya! Maklumlah malam itu kali perdana saya tampil didepan warga. Sebuah pengalaman berharga bagi saya untuk tidak mengulanginya lagi dikemudian hari. Saya bersyukur warga akhirnya paham. Namun jika saya disuruh mengulang kembali untuk yang ketiga kali, mungkin saya bakal pingsan kelelahan……….

Ini kisah yang lain ditahun 2008.....................
Repayment Rate, atau tingkat pengembalian Ekonomi Bergulir diwilayah dampingan saya yang lama demikian memprihatinkan. Bersama-sama dengan Fasilitator MF, Koordinator LKM berikut UPK, kami berkunjung kesalah satu rumah anggota KSM yang bermasalah. Ditengah perjalanan, Fasilitator Ekonomi mendapat telpon agar segera datang ke Korkot. Kemudian kami melanjutkan perjalanan. Setibanya dirumah pak Sukendar ( bukan nama sebenarnya ), kami dipersilahkan masuk. Dari raut wajahnya saja saya dapat melihat bahwa beliau tidak suka dengan kehadiran kami. Setelah duduk, Koordinator LKM menjelaskan maksud kedatangan kami dengan ramah dan bersahabat. Diakhir pembicaraan sang Koordinator bertanya, apa kiranya yang membuat pak Kendar menunggak hingga tiga bulan lebih seraya menawarkan solusi. Tidak disangka-sangka pak Kendar menjawab pertanyaan ini dengan penuh emosi. Beliau bahkan menuding-nuding wajah Koordinator yang menurutnya sama sekali tidak kooperatif. “Minjeminnya mudah, tapi nagihnya kayak rentenir! Keroyokan! Kalian sengaja datang kemari untuk bikin saya malu hah?” Bagai air bah dari tanggul yang jebol, beliau memberondong kami ( terutama Koordinator ) dengan kalimat-kalimat sarkastis dan tak dapat dihentikan. Jujur saya bingung, apa yang menyebabkan pak Kendar sedemikian marahnya terhadap kami?

Makin lama intonasi pak Kendar tak kunjung menurun bahkan kian meninggi! Puncaknya, beliau menuding Koordinator yang telah sepuh sebagai lintah darat dan penipu. Saya kemudian mencoba menengahi setelah sebelumnya meminta maaf kepada pak Kendar karena menginterupsi pembicaraan. Saya lakukan hal ini semata-mata karena tak tega seorang Koordinator yang telah sepuh dicaci maki menggunakan kata-kata tak senonoh. Terlebih lagi beliau sangat saya hormati, pekertinya baik dan jauh dari sifat penipu. Yang menjadi permasalahan adalah pak Kendar merasa harga dirinya direndahkan dengan kedatangan kami. Itu saja.
Rupanya klarifikasi dari saya adalah awal bencana! Pak Kendar sudah tak terkontrol lagi……..Dengan nada yang luar biasa tinggi kekesalan beliau terhadap Koordinator diluapkan kesaya! Masih dengan gaya menuding-nuding!! Bahkan kali ini menggunakan bahasa yang tidak tidak pantas ditulis disini…..

Baru kali ini saya dimaki-maki dan dihina didepan orang banyak dengan kalimat yang begitu merendahkan. Kalau tidak ingat dosa, kode etik fasilitator atau usia pak Kendar yang telah paruh baya, ingin rasanya saya ganti melabrak habis beliau. Saya coba untuk tersenyum meski bentuknya saya yakin sudah tak karuan lagi. Sengaja saya meminta maaf menggunakan bahasa santun agar beliau mengendur dan kata-kata “luar biasa” dari bibir pak Kendar tak lagi terlontar, namun sia-sia! Melihat suasana yang memanas dan makin tak terkendali, Koordinator LKM dan UPK mengajak saya pulang….”Aaah, akhirnya sadar diri juga kalian…” seru pak Kendar dengan seringai sinis. Kami pulang dengan tetap menjaga etika : bersalaman dan melontarkan salam. Saya sedih sekali melihat raut muka Koordinator saya. Wajahnya yang sepuh terlihat tambah sepuh dan sayu. Setelah membesarkan hati Koordinator sebisa-bisanya, saya pamit dan dan duduk sendirian ditengah taman. saya butuh waktu setengah jam untuk sekedar mendinginkan kepala saya yang panas. Kemudian saya guyur kepala dengan air mineral botolan. Luar biasa marah, geram dan sedihnya saya : Bagaimana mungkin..? Kami datang dengan santun sebagai tamu, menawarkan itikad baik berupa bantuan namun diperlakukan sebagai sampah masyarakat. Ada rasa terpukul, shock dan lain-lain yang membuat saya down, saya khawatir kalau saya gagal dan tidak bisa menjadi fasilitator. Saya perlu mencharge baterai semangat saya yang drop. Kepada SF, Askot dan Korkot saya minta izin pulang ke Jakarta.


Pengobat hati saya hanyalah anak. Setibanya dirumah, putra saya menyambut keluar dengan badan mungil-lucu serta langkahnya yang masih tertatih. Matanya yang besar membeliak dengan dua tangan dibentang kearah saya. Suaranya yang kecil berucap: “Ayaaaaaah….” Seraya tertawa-tawa sambil menubruk saya. Saat itu juga rasa sempit didada lenyap! Masalah dikepalapun hilang…!! Anak saya penyembuh tiada tara………..

“Tidak selamanya niat baik dari kita disikapi dengan baik pula oleh orang lain……”


GAJI OH GAJI….

Tidak ada masalah dengan masalah, ia datang dan pergi sesuka hati! Kini tinggal bagaimana kita mengatasi masalah…
( Ganymede, Filsuf )

Kita sama tahu bahwa uang bukanlah segalanya namun banyak hal positif yang memang bisa diantisipasi dengan uang. Seperti menafkahi anak-istri, membayar pengeluaran bulanan dan lain-lain. Sebagai Fasilitator uang atau lebih tepatnya gaji memang menjadi nafas kami. Tiap kali terjun kelapangan tentunya saya dan kawan-kawan Fasilitator lainnya butuh bensin, makan-minum beli pulsa maupun kebutuhan lainnya yang menunjang kegiatan. Demikian vitalnya gaji bagi Fasilitator macam kami apalagi nafas Tim yakni B.O.P terangkum pula didalamnya. Semakin banyak progress yang harus dikerjakan maka semakin banyak biaya yang dibutuhkan, apalagi bila menyangkut ATK.

Telatnya gaji berakibat langsung terhadap kinerja tim dilapangan. Namun saya tahu persis : Adalah pantangan besar bagi seluruh Tim dan Fasilitator mengibarkan bendera putih tanda menyerah dalam mengerjakan progress . Apapun akan kami lakukan! Baik itu meminjam dana talangan untuk ATK, numpang nge-print dibasecamp Tim lain sambil minta disedekahi kertas A4 dan HVS ( dalam jumlah yang banyak tentunya! ). Bahkan ketika dompet mulai “menipis” acap kali ada beberapa motor yang diparkirkan atau sengaja tidak dibawa kewilayah dampingan, solusinya satu motor yang masih sanggup berjalan dipakai beramai-ramai alias boncengan. Gaji boleh telat! Tetapi seluruh Tim tetap berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan progress on time tiap bulan.

Hal diatas baru fenomena ditataran progress, lalu bagaimana dengan keadaan fasilitator ( Personal ) diluar progress…………?
Pernah suatu ketika gaji terlambat hingga tiga bulan, terkait administrasi di Satker. Bagi Fasilitator “seberang” macam mas Jaenal, saya, kang Dedi, kang Nandang dan lainnya yang notabene memiliki dua dapur, fase gaji telat bahkan sampai lebih dari satu bulan merupakan masa-masa yang paling sulit. Sebab dibelakang kami ada sanak keluarga yang perlu dinafkahi. Apalagi bila HP berdering baik itu bunyi SMS maupun telepon masuk yang berisikan, “Ayah, susu anakmu habis….” atau “Mas, anakmu belum bayaran sekolah tuh, kapan gaji masuk sih..?” Bahkan hingga yang ekstrim, “Jangan-jangan kamu gajiannya rutin, tapi nggak dikirim kemari (rumah) karena ada istri kedua disana….” Umumnya kondisi seperti ini kerap terjadi ketika kami atau saya sedang berpacu mengejar Deadline progress serta dalam kondisi “Mengencangkan ikat pinggang kuat-kuat” atas nama penghematan! Tidak dapat dibayangkan betapa pusingnya kami mendengar keluhan seperti ini…..Namun sungguh! Lembaran ini hanya sebagai testimoni saja! Saya hanya menggambarkan apa yang sesungguhnya terjadi dibawah ketika gaji tertunda atau dicancel baik ditataran kawan-kawan Putra Daerah maupun yang pendatang. Tidak ada niatan saya untuk bercengeng-cengeng ria, sentimentil ataupun minta dikasihani.

Dibawah ini beberapa kisah menggelikan tentang saya dan fasilitator lainnya pada saat gaji tertunda sampai beberapa bulan. Setiap mengenang peristiwa ini, saya dan para pelaku peristiwa selalu berderai tawa. Biarlah semua ini menjadi kenangan manis dikemudian hari kelak...

ANTARA AKU, KAU DAN PERUT KITA
( Catatan : Nama Seluruh Pelaku Disamarkan Kecuali Saya.........)
Kami satu Tim kelaparan! Dari pagi hingga beduk Ashar perut kami belum terisi apa-apa. Saat itu saya bersama-sama dengan rekan-rekan (formasi yang lama) sedang dibasecamp. Tiba-tiba HP saya berbunyi! Ternyata dari pak Wakijan, salah satu warga Sidodadi, ”Mas Alfa, datang kemari sama kawan-kawan ya! Pokoknya saya tunggu dirumah!” ujar beliau. Kami menjadi semangat sekali! Bahkan Markus salah satu rekan saya bilang, ”Ada undangan, ada makan-makan! Minimal Teh sama cemilan mah positiflah!...Lihat tuh si Boni, dari tadi udah lemes kelaperan! Ayo jalan Bon!” saya terkekeh-kekeh. Setibanya kami bertiga dilokasi, ternyata pak Wakijan sudah menunggu didepan rumah. Beliau mengenakan celana pendek plus topi beserta meteran dan secarik kertas ditangan. “Ada yang bawa pulpen? Ayo kita ngukur Got ..! Kan lumayan kalo sudah ada beberapa usulan (kegiatan) yang masuk dari warga. Biar nanti pas mau pelaksanaan (kegiatan) kita nggak kaget lagi…Sekalian mas-mas ini ngajarin saya cara ngukurnya ya….!”

Kami berpandangan satu sama lain. Mana tega kami menampik usulan beliau yang begitu antusias? Ternyata pak Wakijan semangat sekali! Kami diajak jalan-jalan kebanyak titik. Tiba-tiba saya dan Markus sempat mendengar suara dari perut Boni keras sekali! “Gruuuk-gruuuk…” Lapar dia rupanya! Kami terbahak-bahak, sementara pak Wakijan sibuk mencatat. Menjelang Maghrib, tanpa kembali kerumah pak Parlan berkata pada kami bertiga, “Naaah, sudah selesai semuanya. Terima kasih ya! Aku ta’ langsung jalan dulu mau main kekawan. Sampean semua ikut ndak…?” Entah ada kekuatan darimana, spontan kami semua menjawab, “Enggak pak terimakasih......”

Diperjalanan pulang kami bertiga tak henti-hentinya tertawa. Ini sebuah pelajaran baru dan amat berharga bagi saya dan kawan-kawan agar :

Ikhlaslah kala berhadapan dengan warga!



TRAGEDI KORKOT-1
Bagi kami para fasilitator rantau ( kang Dedi, mas Jaenal, saya, kang Nandang dan lainnya ), operasional paling besar digunakan untuk bahan bakar motor dan makan. Sebab itu, bila ada Pelatihan-Pelatihan peningkatan kapasitas macam di Bapelkes atau BLPP mungkin kami yang paling antusias . Bagaimana tidak? Substansi ter-up grade, lalu bertemu kangen dengan seluruh praktisi PNPM MPk yang lain, sebagai ajang sharing substansi dan ini yang tak kalah pentingnya : porsi makan kami selama seminggu terjamin tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun..! Singkatnya terjadi perbaikan gizi disana. Bahkan karena hal terakhir ini kami malah cenderung tak sabar menunggu kapan waktu pelatihan tiba...........

Masih dengan tema yang sama yakni gaji telat dan perut lapar, peristiwa ini terjadi ditahun 2008. Awal kerja di PNPM, saya dan mas Jaenal masih tinggal di Korkot-1 yang lama. Biasanya untuk makan sehari-hari kami patungan membeli lauk kemudian Maman ( Office Boy ) yang mengolah. Namun saat itu, ditengah-tengah lambatnya gaji hingga nyaris tiga bulan : pegangan saya dan mas Jaenal benar-benar sudah minim..! Hanya cukup untuk operasional saja...........

Kurang lebih pukul 17.30, saya tiba dikorkot, tak lama berselang gantian mas Jey datang. “Sudah makan mas..?” tegur saya pada mas Jey. “Ooh belum dari tadi pagi…!” sambutnya. Kemudian saya tanya Maman, “Man masih ada nasi nggak?” “Masih mas! Abisin aja aku udah makan...” seru Maman sambil memutar lagu kesayangannya diradio. Ketika saya dan mas Jey membuka Magic Jar, ternyata nasi tinggal sedikit! Hanya cukup untuk porsi satu orang, itupun tidak mengenyangkan. “Pak Arief sudah makan belum Man?” timpal mas Jey. “Wah saya nggak tau, dari tadi pagi pak Arief keluar dan belum pulang…” Saya tatap mas Jey, “Mas, pak Arief pergi dari pagi masa iya sampe jam segini belum makan….?” “Iya ya…pasti pak Arief udah makan diluar…” Tak lama nasi kami bagi dua, dan kami mulai makan dengan lauk seadanya………

Tak lama kemudian terdengar suara mobil masuk kegarasi Korkot, pak Arief pulang! Dan terdengar suara beliau dari depan, “Aduuuuh Maaan dari pagi saya belum makan, lapar banget………”
Kami berdua panik sekali! Entah siapa duluan yang mengomando, kami terbirit-birit masuk kekamar belakang ( gudang ). Didalam kamar, kami berdua sempat mendengar suara beliau. “Nasi masih ada Man..?” “Nggak ada pak udah abis, beras juga…” kata Maman dengan polosnya. “Astaghfirullooooooooohh……..” seru pak Arief sambil menatap Magic Jar yang kosong…..!! Untuk yang kedua kali, kami lagi-lagi panik!!! Spontan saya masuk kekamar mandi langsung jongkok sementara mas Jey bersembunyi ditumpukan kardus seraya mengenakan helm!! DENGAN POSISI PIRING MASIH DITANGAN MASING-MASING…………!!! SUNGGUH TAK TERBAYANG APA JADINYA BILA DENGAN KONDISI YANG SEPERTI ITU TIBA-TIBA PAK ARIEF
MASUK KEKAMAR………………

Suasana hening… saya bengong melihat kondisi mas Jey demikian pula sebaliknya……..

Akhirnya kami berdua tertawa terpingkal-pingkal hingga sakit perut seraya menutup mulut dan keluar air mata......Sungguh kami mentertawakan kenaifan kami saat itu dan bukan mentertawakan pribadi pak Arief yang sangat kami hormati.
Kapanpun...dimanapun...Bila saya saya mengingatkan mas Jey perihal peristiwa yang satu ini, kami selalu tertawa geli.....

Pak Arief, maafkan kami berdua pak. Kami respek dan loyal kepada bapak selaku atasan. Tidak ada niatan sedikitpun dari kami untuk melecehkan bapak sebagai pimpinan. Sungguh kami mentertawakan diri kami sendiri kala itu.........


ANTRIAN PROGRESS + SESAK NAFAS DIAKHIR KONTRAK
Terhujani aku oleh ribuan panah dari delapan penjuru mata angin! Terhempas kebawah dan hancur berkeping! Aku boleh mati ribuan kali, namun tidak dengan asaku...tidak dengan semangatku...
( Avimanu , Epilog Bhagavad Gita )

Berpacu mengejar waktu! Kala Dokumen Pencairan, RPD, data SIM, Proposal serta data-data administrasi lainnya harus segera masuk kekorkot, serta merta ritme kerja kian luar biasa. Kami berbagi tugas berdasarkan rakor Tim serta delegasi SF. Apalagi bila semua Tasks tersebut memiliki rentang waktu yang saling berdekatan satu sama lainnya. Semua data yang telah disebutkan diatas harus pula diterakan tanda tangan warga, KSM,UP-UP, LKM dan Stake Holders. Beruntungnya kami ditim memiliki mitra kerja ( LKM dan UP-UP ) yang sangat kooperatif, sehingga memudahkan ruang gerak kami.

Dalam mengerjakan semua deadline yang menumpuk agar ontime, intensitas gerak menjadi tinggi, tingkat permasalahan yang ditemui begitu kompleks ( umumnya dilapangan ). Imbasnya atmosfir didalam Tim menjadi tegang...!! Saat-saat seperti ini kesabaran, kejelian, pengalaman serta pengendalian emosional para Fasilitator sangat dituntut. Demikian pula saya di Tim 10. Guna mencairkan ketegangan dan formalnya suasana, saya selalu melontarkan jokes-jokes yang mengundang tawa pada rekan-rekan, supaya semua syaraf yang kencang mengendur! Adakalanya justru saya sendiri yang complicated karena kendala bisa muncul kapan saja tanpa diminta. Dalam situasi genting macam ini, saya merasa bersalah dan tidak berguna didepan kawan-kawan. Khususnya pada saat Rakor Tim lalu rekan-rekan bertanya : ”Apa yang membuat wilayah dampingan sampean sampai saat ini stuck belum ada progress signifikan?”

Saya langsung ngebut mengejar ketinggalan. Dalam kondisi pening dan tertekan saya cenderung diam tak banyak bicara, apalagi bila ada persoalan besar yang harus segera diselesaikan terkait dengan progress yang masih belum rampung. Bukan apa-apa, ditim ini dengan formasi yang lama ( fase siklus ), sempat terjadi friksi yang keras sekali antar sesama rekan Tim. Muaranya pada progress yang padat. Rekan yang satu dan merasa lebih senior menyalahkan rekan saya yang lain dengan tuduhan lambat dan tidak becus kerja. Merasa didiskreditkan dengan kata-kata yang kurang sopan, kawan saya yang ditegur tadi tak terima. Terjadilah adu mulut! Saya beserta yang lain susah payah melerai. Berangkat dari hal ini, kala situasi dalam Tim dalam keadaan tegang, saya sangat berhati-hati dalam berinteraksi.

Setelah saya kaji, permasalahan keterlambatan progress ternyata terjadi silih berganti diantara seluruh personil Tim. Umumnya, pangkal permasalahan terletak dikendala pengadministrasian / tanda tangan dokumen-dokumen penting. Berkali-kali kami kelapangan mengassist LKM dan UP-UP namun tetap saja masyarakat adalah masyarakat! Dengan segala dinamikanya......Yang paling merepotkan ialah ketika LKM meminta bantuan saya atau Tim untuk berjumpa dengan Kepala Lurah atau pelaku PNPM yang sangat prosedural! Ada salah satu Kepala Lurah dampingan kami yang tidak bakal pernah mau membubuhkan tanda tangan sebelum seluruh berkas dipelajarinya satu persatu. Repotnya, person yang bersangkutan sangat padat agendanya dilapangan hingga sering kali lupa. Sementara HP beliau tidak diaktifkan. Berulang kali kami mengadakan janji, berulang kali pula tidak bertemu. Sementara arsip-arsip penting PNPM yang perlu dibubuhkan tanda tangan beliau tersimpan rapi dilemari dan terkunci. Padahal jauh hari sebelumnya kami mengatakan bahwa dokumen-dokumen ini sangat penting serta posisinya harus sesegera mungkin disetorkan kekorkot. Syukurnya permasalahan ini terselesaikan. Ketika ada waktu luang, saya bersama rekan Tim sowan kekantor beliau. Kami sampaikan bahwa segala yang terkait dengan pemberkasan pencairan sifatnya sangat urgent. Syukurlah beliau bisa mengerti! Demikian salah satu contoh permasalahan yang terjadi dilapangan.

Itu semua belum selesai!
Ibarat seorang pesakitan yang akut...Nafas saya dan seluruh fasilitator lainnya bergantung pada mesin pemompa jantung yang ditancapkan kedada bernama : ”Kontrak”. Dicabutnya mesin tersebut sama dengan putusnya nyawa atau selesainya eksistensi kami di PNPM. Ditahap evaluasi penilaian akhir tahun, saya dan rekan-rekan fasilitator tidak tahu : kami diperpanjang atau tidak. Kejadian seperti ini muncul ditengah-tengah kesibukan!
Saya dan kawan-kawan hanyalah manusia biasa. Ada rasa takut, cemas atau khawatir menghantui kami. Kalau kami tidak diperpanjang, bagaimana dengan nasib orang-orang yang harus kami nafkahi, susu bayi kami atau sekolah anak kami dan lain sebagainya. Diakhir tahun, sesak dada saya bila sudah berpikir sampai kearah situ.

Saya dan kebanyakan fasilitator Bandar Lampung lainnya baik yang pendatang maupun yang putra daerah saling bermaaf-maafan bahkan berpelukkan menjelang akhir tahun layaknya lebaran. Karena tidak menutup kemungkinan kami tidak berkumpul kembali ditahun mendatang. Sebagaimana yang saya alami Desember tahun lalu ketika saya berpisah kang Dedi sang “Jendral Lapangan ” . “Kang Dedi...tahun depan kita masih bisa ketemu lagi nggak ya ” tutur saya. Sambil menjabat tangan saya erat-erat kang Dedi berucap, ”Saya nggak tau fa...saya juga nggak tau masih dibutuhkan kembali disini atau tidak.........Selamat jalan ya fa! Jangan lupa sama saya sekiranya saya udah nggak disini lagi.......” kata kang Dedi dengan ekspresi redup kala itu. Saya terharu.

Namun toh saya tidak mau berlarut-larut dalam kecemasan yang tidak beralasan. Kami selaku fasilitator tidak mau bercengeng-cengeng ria. Karena saya khawatir hal ini berimbas pada buruknya kinerja saya. Akan tetapi setibanya dari lapangan, ketika jaket, helm dan ransel telah disimpan dan ketika suasana hening, lagi-lagi kecemasan itu datang.......!

TEORI KAMIKAZE ALA SERDADU NIPPON
Bila dirasa sudah Stuck, saya coba sharing dengan orang-orang yang saya tuakan atau yang saya anggap wise dalam memberikan nasehat. Salah satunya pak Vicky Yanuar Handari. Ketika saya sampaikan apa yang saya dan kawan-kawan rasakan panjang lebar, saya lihat wajah beliau memerah. Mungkin apa yang saya sampaikan ditelinganya seperti ratapan anak mami..........

“............Kamu merisaukan sesuatu yang belum pasti………Kamu tahu dari mana kalau saya, kita dan kawan-kawan lainnya bakal tidak diperpanjang? Ditengah padatnya progress yang seperti ini jangan sekali-kali kamu meracuni diri dengan pikiran negatif yang kamu ciptakan. Justru ini adalah momen….! Menjelang akhir tahun, menjelang evaluasi, menjelang penilaian, yaa tunjukin dong potensi kamu bukannya malah down nggak karuan!! Seandainya kita atau kamu dedikasinya di PNPM MPk benar-benar bagus, pasti pihak Korkot dan KMW memiliki catatan khusus serta pertimbangan Lalu apa yang dikhawatirkan?

Seandainya.......ini seandainya : kamu atau saya nggak diperpanjang lagi diprogram ini, ya perlihatkanlah prestasi terbaik kita. Jadi kita meninggalkan bumi Lampung dengan kesan yang baik, dengan mendongakkan kepala dan dengan membusungkan dada....paham fa? Sorry kamu dan kawan-kawan semua saya cambuk! Sakit memang tapi pasti ada hikmahnya........
Pesen saya, bekerjalah kamu dan kawan-kawan yang lain seperti biasa, masalah rezeki ada yang ngurus.............Tuhan...!! ”
Setelah menuturkan kalimat ini, wajah pak Vicky yang tadi garang dan angker kembali berubah jenaka seolah tidak terjadi apa-apa! Kemudian kembali kami bercanda bersama.

Lapang dada saya setelah mendengarkan apa yang beliau sampaikan...............
Saya paham benar nasihat yang Pak Vicky nasehatkan. Beliau tidak ingin melihat kami adik-adiknya cengeng dan berjiwa noni-noni. Saya menganalogikan nasehat beliau ini layaknya Kamikaze ala serdadu Nippon : Memberikan prestasi terbaik sampai nafas terakhir! ”Tapi inget fa, semangat kamikazenya aja yang kamu tiru! Tindakan bunuh dirinya jangan atuh........!” Canda beliau diiringi derai tawa kami...... ......

PENUTUP
Inilah saya selama dua tahun berjalan menyemarakkan program PNPM MPk dibumi Ruwai jurai. Sebuah jurnal yang berisikan sifat pembelajaran bagi diri saya pribadi selaku praktisi pemberdaya... Seluruh kejadian indah dan menyenangkan adalah wajar bila membuahkan senyum……….Namun tidakkah lebih bijaksana bila kita menyikapi hal getir dan pahit juga dengan senyum?


S E K I A N